Catatan Kritis Orientasi Koperasi: Profit atau Kesejahteraan Bersama?

koperasi lahir dengan nilai-nilai dan jati diri yang ideal, yang tidak memfokuskan diri pada laba semata melainkan pada kebersamaan dan rasa senasib sepenanggungan kesejahteraan hidup anggotanya

Koperasi adalah salah satu unit usaha yang akhir-akhir ini banyak peminatnya. Apalagi dengan adanya UU Cipta Kerja, memberikan kemudahan orang untuk mendirikan koperasi. Justru yang ditakuti nilai luhur dari koperasi adalah kesejahteraan anggota berubah menjadi capitalisme baru dengan menggunakan uang para anggota koperasi.

Setiap kabupaten atau kota di tanah air pasti unit usaha yang bertahan adalah koperasi. Ini harus kita ajungi jempol sesuatu yang luar biasa. Banyak koperasi orientasi usahanya dari pinjam meminjam bergeser dengan membangun unit usaha lain misalnya membuka toko(swalayan), rental mobil, rumah makan, persewaan alat- alat pesta, penginapan bahkan pabrik. Uang itu dari mana pasti jawabannya dari tabungan dan pinjaman para anggota koperasi.

Lalu filosofi dasar koperasi adalah dari anggota oleh dan untuk anggota, maka keuntungan koperasi itu yang untuk apa? Apakah semua unit kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengurus koperasi mengalami keuntungan berarti berbanding lurus dengan kenikmatan ekonomis yang dirasakan para anggota koperasi atau untuk pengurus koperasi? Karena sepengetahuan saya yang namanya SISA HASIL USAHA(SHU) yang dinikmati anggotanya ketika anggota semakin banyak menabung dan semakin banyak meminjam. Pertanyaannya adalah bagaimana dengan keuntungan dari unit- unit usaha diluar dari kegiatan pinjam meminjam? Apakah langsung dibagikan kepada para anggota setiap akhir tahun atau itu menjadi kapitalisasi keuntungan tersebung bagi para pengurusnya?

Pernahkan para anggota koperasi berpikir demikian bahwa disamping tiap tahun dapat SHU juga mendapat berupa bonus atau hadiah yang dibagi- bagikan secara cuma cuma kepada para anggota?
Ada yang mengatakan kan sdh banyak yang bisa dinikmati anggota koperasi misalnya, kalau ada kematian, bea siswa sekolah, bisa kredit mobil, bisa umroh, bisa ziara ke Yerusalem dan masih banyak yang lain toh semuanya itu bukan dapat secara prodeo dari koperasi tetapi meminjam di koperasi dengan bunga lebih sedikit dari bunga bank itu saja.

Barangkali ini semacam catatan kritis bagi kita semua dan terutama pembuat undang-undang agar pengaturannya harus lebih komprehensi demi menjawab kebutuhan masyarakat lebih cepat berkembang dari hukum itu sendiri(Het Recht Hink Achter De Feiten Aan). Padahal kita semua tahu koperasi lahir dengan nilai-nilai dan jati diri yang ideal, yang tidak memfokuskan diri pada laba semata melainkan pada kebersamaan dan rasa senasib sepenanggungan kesejahteraan hidup anggotanya. Kedua hal ini lantas menjadi ciri self help (menolong diri sendiri) dari koperasi. Semoga marwah luhur dari koperasi tidak hilang dengan adanya unit-unit usaha baru koperasi. Aminnnn!

Sebuah catatan kritis dari Bapak Marianus Yohanes Gaharpung, S.H., M.S.